Sabtu, Oktober 02, 2010
Menjadi Alumni: Mewujudkan Impian Dan Pembuktian
Rabu, September 01, 2010
MASALAH UTAMA YANG HARUS DISELESAIKAN PEMIMPIN BARU MENDATANG DI KEPULAUAN NIAS
Mumpung waktu masih ada, masyarakat calon pemilih agar lebih bijaksana, kritis, dan rasional melihat dan menilai para calon yang akan dipilih dalam pilkada di Kepulauan Nias yang akan datang. Kejelian calon pemilih dalam memilih calon sangat perlu, jangan sampai tertipu dengan janji-janji kosong, panampilan, tidak hanya sekedar melihat rekam jejaknya ataupun keadaanya tetapi juga aspek lainnya sehingga pemilih tidak menjadi salah pilih pemimpin. Ingat, anda salah pilih pemimpin maka anda akan disalaharahkan untuk lima tahun kedepan bahkan lebih oleh pemimpin anda sendiri. Aspek apa yang perlu dicermati para pemilih dalam pemilukada yang akan datang di Kepulauan Nias? Tidak lain dan tidak bukan adalah visi misi, pola kepemimpinan dan keteladanan melayani publik, kepribadian, karakternya, integritas, komitmen dan konsistensi yang dimiliki calon pemimpin itu. Dalam tulisan ini, penulis hanya membahas seputar visi misi para calon kepala daerah, aspek lainnya akan dibahas pada edisi berikutnya. Menurut hemat penulis, hal yang harus dicermati para calon pemilih dalam visi misi yang disampaikan oleh setiap calon yang dipilih menjadi pemimpin adalah delapan masalah utama di Kepulauan Nias seperti berikut ini:
1. Kurangnya kemandirian dan lemahnya karakter (jati diri) masyarakat.
Kemampuan daerah untuk membiayai diri sangat dirasakan kurang diseluruh daerah Kepulauan Nias. Pemerintah daerah cenderung berharap dari bantuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara malalui Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan bantuan-bantuan lainnya. Potensi daerah sejauh ini belum terkelola dengan baik. Kalaupun ada, semata-mata untuk kepentingan pengelola dari luar daerah dan lokal yang tidak memberi kesejahteraan bagi masyarakat lokal. Justru banyak anggota masyarakat yang dieksploitasi diperusahaan pengolahan kayu, perkebunan, perikanan, pertanian kedaerah luar Nias. Mereka dianiaya dan diperas tenaganya tanpa imbalan yang sesuai. Keluarga istri, dan anak yang dibawah umur sekalipun turut dipekerjakan. Tidak sedikit juga anggota masyarakat yang tidak lagi menunjukkan jati diri masyarakat Nias yang menjujung tinggi norma-norma kehidupan. Lebih buruknya lagi adalah malu mengaku dirinya suku Nias.
2. Perekonomian Yang Tidak Terarah
Dalam hal perekonomian, daerah Kepulauan Nias termasuk diantara daerah yang pengelolaan ekonomi buruk seluruh Indonesia. Pendapatan asli daerahnya belum mampu membiayai daerah sendri. Bantuan dari lembaga pemerintah dan non pemerintah juga banyak yang diselewengkan atau tidak tepat sasaran sehingga program-program pemerintah dalm mengurangi kemiskinan dan meningkatkan pembangunan sulit terwujud. Kebijakan ekonomi yang dibuat oleh pemerintah daerah belum bisa menarik investor dari luar Nias untuk melakukan investasi di daerah Kepulauan Nias. Sementara hasil daerah sebagai daerah pertanian, perikanan, peternakan, pariwisata dan kelautan juga belum mampu menyokong ekonomi masyarakat. Bisa jadi anggapan itu hanya tinggal slogan saja sebab dalam kenyataannya yang ada sebaliknya. Kepulauan Nias dikatakan daerah pertanian tapi masih mengimpor bahan-bahan kebutuhan pokok seperti beras, sayur-sayuran, buah-buahan, dan lain sebagainya. Disebut daerah peternakan tapi masyarakat Nias justru banyak yang kurang mengonsumsi daging, dikatakan daerah kelautan namun Nias kekurangan ikan dan mengimpor ikan dari luar Nias. Dikenal sebagai daerah wisata, justru wisatawan sedikit berkunjung ke Nias. Oleh karenanya peimpin kedepan harus punya terobosan yang cukup untuk mengatasi masalah perekonomian di Nias.
3. Pembantaian Keadilan, Hak Asasi Manusia, dan Kebebasan Pers.
Rasa keadilan dalam masyarakat Nias belum juga membaik hampir disemua aspek kehidupan masyarakat terutama kalangan rakyat kecil. Banyak masalah-masalah penegakkan hukum yang tidak berada pada jalurnya, hukum dapat diperjualbelikan. Kebanyakan rakyat diabaikan haknya dan diperlakukan seacara tidak adil hampir disetiap segi kehidupan mereka. Sebagai contoh, banyak kasus-kasus yang tidak jelas penyelesaiannya, kesemerautan penerimaan dan penempatan pegawai negeri daerah yang terkesan dibiarkan kacau untuk memuluskan kepentingan tertentu, , pemberian bantuan pada masyarakat miskin dan pemberian gaji pegawai khususnya honorer yang sering tidak sesuai baik segi jumlah maupun prosedurnya. Ketidak sesuaian tidak saja diakibatkan kekurangan dana dari pusat melainkan karena pemotongan disana sini dengan alasan tertentu yang tidak dimasuk akal. Masalah kebebasan pers sekalipun menjadi masalah yang sangat menarik untuk diselesaikan para pemimpin baru kedepan. Pers belum bisa mengekspos secara bebas keadaan yang sesungguhnya kerena independensi pers yang dikekang, pers sering ditindas dan juga dimanfaatkan untuk kepantingan golongan tertentu. Berbagai kasus yang terjadi ditubuh pers Nias khususnya waratawan, ada yang dipukuli, diancam, dicaci, bahkan penghilangan terhadap wartawan seperti yang terjadi pada salah seorang wartawan Sinar Indonesia Baru beberapa waktu lalu saat sedang bertugas diNias. Ini tidak bisa ditoleril begitu saja, kita semua sama dihadapan hukum. Penegakkan hukum dan kebebasan pers sangat mempengaruhi kemajuan suatu daerah. Daerah yang penegakkan hukum dan kebebasan persnya lemah sangat lambat berkembang karena banyak penyelewengan diendapkan begitu saja. Kita juga tidak hanya menyalahkan pemerintah dalam hal ini, tentu pers juga harus bisa independen, menyajikan informasi yang bermutu dan faktual, pihak pers khususnya wartawan jangan mencari keuntungan atas informasi yang diperoleh untuk kepentingan diri sendiri dan golongan tertentu. Pemimpin yang sejati tidak perlu takut dengan pemberitaan pers, jika tidak ada berbuat salah, untuk apa takut, biar hukum berjalan semestinya, teruskanlah mengerjakan tanggung jawab semakin lebih baik lagi. Yang salah yang dihukum, yang benar tidak tidak dihukum.
4. Kemiskinan dan keterbelakangan pendidikan.
Tidak bisa dipungkiri bahwa Kepulauan Nias merupakan salah satu daerah yang jauh tertinggal diseluruh Indonesia. Fakta membuktikan hal ini banyaknya masyarakat yang masih hidup dibawah garis kemiskinan baik yang tinggal di Nias maupun diperantauan. Hidup miskin tentu bukanlah pilihan bagi masyarakat, mereka juga ingin hidup lebih baik daerah lain yang sudah maju. Akan tetapi kekurangan pengetahuan mengelola yang telah ada menjadi penyebabnya. Meskipun Nias sebenarnya memiliki potensi yang cukup banyak dan dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat setempat. Faktor penyebabnya adalah pendidikan yang kurang. Jika kita perbandingkan kehidupan masyarakat yang berpendidikan bagus memiliki kehidupan yang lebih baik daripada mereka yang pendidikannya rendah bahkan tidak ada. Mereka dapat hidup setidaknya diatas garis kemiskinan kecuali mereka yang menjadi korban sistem dan pola yang buruk. Berlimpah ruah sumber daya manusia kita yang belum mampu berkompetensi dengan seumber daya manusia lain (luar Nias) sehingga kita sering menjadi penonton dan meramaikan saja dalam suatu kompetisi.
5. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang semakin merajalela.
Salah satu tujuan reformasi adalah menghilangkan perilaku korupsi, kolusi, dan nepotisme yang telah memperburuk Negara kita selama bertahun-tahun. Upaya yang dilakukan telah menghasilkan langkah maju yaitu munculnya Komisi Pemberantasan Korupsi dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang menentang korupsi. Tapi anehnya semakin diberantas semakin tumbuh. Di tingkat pusat sudah mulai ada tanda-tanda perbaikan namun didaerah-daerah seperti kepulauan Nias yang jauh dari pengawasan pusat dan pers yang lemah sangat marak penyimpangan terjadi dalam pengelolaan keuangan. Dihampir semua dinas ditemukan adanya pegawai yang dikelola oleh anggota keluarga/ kerabat dekat. Tentulah keadaan demikian sangat berpeluang terjadinya penyelewengan anggaran, kebijakan, hukum, dan prosedur kerja.
6. Pelayanan publik yang buruk
Hampir disetiap berurusan dengan instansi manapun dalam wailayah kerja pemerintahan daerah Kepulauan Nias, masyarakat tidak selalu mudah melakukannya. Pelayanan instansi terkait bagaikan jalan yang dipenuhi semak belukar yang berduri. Jarang ditemukan dalam mengurus sesuatu selalu terniang-niang dalam benak berapa nilai balas jasa yang akan diminta petugas (pegawai) terkait kepada yang punya urusan kepentingan. Ambil contoh, dalam urusan kesehtan dirumah sakit, pasien sering ditelantarkan kecuali jika pasien itu anggota keluarga pejabat atau golongan masyarakat mampu secara financial. Disini jelas materi dipentingkan dari pada harga nyawa seseorang, seolah nyawa seseorang bisa dibeli dengan uang. Masalah pelayanan publik lainnya adalah saat pencairan gaji guru honor (GTT) yang tidak tepat waktu dan,jumlah yang tidak sesuai karena pemotongan yang tidak masuk akal, dan berbelit-belit. Alasan yang sering diutarakan juga bukan bahasa baru lagi ----uang capek, uang lelah, uang minum, biaya tinta pulpen, dll---- tapi ibarat makanan yang sudah basi. Barangkali kecil kemungkinan kita menemukan pelayanan publik yang baik disetiap instansi pemerintahan daerah Kepulauan Nias. Lihat saja dalam penerimaan siswa baru sering ada kutipan yang tidak jelas dasar pengutipannya, pengurusan dokumen kartu tanda penduduk, kartu keluarga, akta lahir dan surat-surat lain terkait dinas yang sangat mahal dan berbelit-belit. Padahal zaman sekarang sudah serba cepat, mudah dan murah dengan adanya kecanggihan teknologi. Manfaat dari teknologi ini hanya bisa kita nikmati dibeberapa instansi didaerah lain seperti Medan dalam mengurus kartu tanda penduduk tidak dipungut biaya, gratis berobat dipuskesmas jika kita memenuhi persyaratan yang berlaku. Untuk daerah kepulauan Nias semestinya penerapan teknologi dalam pelayanan publik mutlak dilakukan agar masyarakat mendapat pelayanan yang murah, cepat, dan mudah apalagi Kepulauan Nias sangat jauh dari kota administrasi pemerintahan propinsi. Sudah seharusnya potongan dan pungutan liar dihapuskan dalam pelayanan publik. Betapa tidak, ketika seseorang diterima dan diangkat menjadi pegawai dipemerintahan (abdi Negara) adalah memiliki tanggung jawab melayani masyarakat dan Negara dengan pemberian imbalan dari sebuah tanggung jawab itu dari Negara. Mungkin hal ini yang belum bisa disadari dan dipahami oleh para abdi negera, mereka menganggap melayani publik adalah sebuah lahan bisnis yang memberikan keuntungan yang berlimpah ruah, padahal ini jelas bukan pola berpikir abdi Negara yang baik dan tidak mungkin. Sumber pendapatan Negara bukannya berasal dari masyarakat?. Lain halnya dengan perusahaan yang meraih keuntungan dari produk yang dipasarknnya. Jadi kalimat kunonya mengatakan “kalau mau kaya raya jadilah pengusaha, jangan menjadi penggerogoti uang Negara.
7. Kebijakan pembangunan yang aspal.
Salah satu penyebab keterpurukan ekonomi masyarakat Nias adalah pembangunan infrastruktur yang sangat kurang dan lamban dari pemerintah. Tidaklah aneh jika banyak pihak menilai pembangunan yang ada di Nias saat ini semata-mata karena bantuan dari berbagai pihak non pemerintah pasca tsnami tahun 2004 dan gempa tahun 2005 lalu. Praktis setelah lembaga donor (NGO) itu pergi hampir tidak terlihat lagi pembangunan yang signifikan di Nias. Kalaupun ada, tidak jelas pelaksanaanya atau tidak tuntas, asal jadi tanpa memikirkan kualitas. Banyak janji saat kampanye para wakil rakyat dan kepala daerah tidak tampak realisasinya sekarang setelah menikmati kursi kekuasaan, mungkin keenakan duduk dikursi yang empuk itu. Yang ada adalah lahirnya undang-undang ataupun peraturan-peraturan daerah yang tidak menguntungkan rakyat kecil dan tidak bersinergi dengan undang-undang yang telah ada diatasnya. Ternyata wakil rakyat dan pemimpin daerah hanya pintar membuat peraturan tapi payah dalam pelaksanaan dan perwujudan pembangunan. Yang menambah buruk lagi ialah penyelewengan anggaran pembangunan yang semakin marak dan tidak ada tindakan tegas dari atasan, seolah tidak mau tahu atau karena mereka juga terlibat didalamnya. Contoh konkrit pembanungan yang asal jadi misalnya pembangunan jalan dan jembatan yang hanya dalam beberapa waktu setelah selesai sudah mengalami kerusakan, ada juga pembangunan jalan yang tidak dituntaskan sehingga beberapa waktu kedepannya jalan tersebut sudah kembali pada keadaan semula sebelum mulai dibangun sehingga pada anggaran tahun berikutnya pembangunan kembali lagi dari awal alias jalan ditempat.
8. Prinsip kepemimpinan “the right man, the right place” yang masih lemah.
Keterpurukkan kinerja pemerintah tidak terlepas dari pada kinerja bawahannya diberbagai instansi. Bawahan yang punya kompetensi atau kecakapan yang memadai untuk menerima, menjalankan tanggung jawab dalam suatu instansi akan memberi pengaruh kinerja yang positif bagi instansinya. Sebaliknya yang berkemampuan rendah akan memproleh kinerja yang negatif, cenderung bergantung pada atasan (tidak mandiri), ibarat kerbau yang diikat hidungnya ikut kemana saja dia ditarik, tidak berinisiatif dan inovatif. Pemimpin-pemimpin di Nias kedepan harus tahu menempatkan orang yang tepat pada tempat yang tepat, menjauhkan diri dari nepotisme tetapi mengutamakan profesionalisme kerja sehingga kinerja instansi- instansi pemerintah kedepan menjadi lebih baik, tidak seperti saat ini yang cenderung korup, mementingkan diri sendiri daripada kepentingan umum, berperilaku seperti raja, tidak memberi teladan melayani, kinerja berantakan, mental orang yang buruk, tidak paham dengan tanggung jawab. Keterlambatan dan kurang beresnya laporan kepala daerah dari Kepulauan Nias tahun 2009 yang berakibat pada pengurangan anggaran untuk daerah tersebut merupakan bukti bahwa kinerja pemerintah di Kepulauan Nias tergolong buruk. Mengapa hal itu bisa terjadi? Oleh sebab orang yang mengemban tugas dan tanggung jawab disemua instansi dibawah pemerintahan daerah Kepulauan Nias tidak memiliki kompetensi yang memadai dengan tanggung jawab yang diterima. Bagaimana mungkin masalah kesehatan ditangani orang yang tidak paham bidang kesehatan, bidang pendidikan dikerjakan orang yang tidak mengerti pendidikan, administrasi pemerintahan kerjakan orang yang bukan orang administrasi dan tidak paham administrasi pemrintahan, masalah lingkungan hidup diurus orang yang bukan ahlinya dan banyak lagi dibidang lain yang diurus oleh orang yang tidak tepat sehingga masalah daerah Kepulauan Nias menjadi salah urus. Benarlah jika kita salah memilih orang yang mengurusi kita maka kitapun menjadi korban salah urus.
Jika kita memperhatikan secara cermat, maka jelaslah permasalahan didaerah Kepulauan Nias sangat kompleks. Oleh karena itu pemimpin baru di daerah Kepulauan Nias kedepan harus yang memiliki kemampuan mengatasi masalah-masalah utama diatas. Dalam visi misi yang akan disampaikan dan diwujudkan dalam kebijakan setelah duduk di kursi kekuasaan tampak bentuk pelaksanaan kebijakan itu secara konkrit dan dikerjakan dengan profesionalisme, bertanggung jawab, komitmen, dan konsisten. Impian kita mewujudkan Nias yang lebih sejatera, maju, mandiri, dan dapat bersaing akan menjadi nyata. Kita tidak lagi menyandang cap jelek selama ini orang luar pandang, dimana Nias dianggap kuno, bodoh, miskin, berperilaku buruk. Semoga masyarakat sebagai calon pemilih pemimpin lebih bijak dalam menentukan pilihan pemimpinnya. Bagus tidaknya kepemimpianan di daerah kepulauan Nias akan datang berada pada tangan para masyarakat pemilih saat pemilihan umum kepala daerah mendatang.
(Penulis adalah mantan aktivis UKMKP dan CCIG, bekerja diPerusahaan Swasta di Medan)
Rabu, Agustus 04, 2010
MODERNISASI DAN JUJURAN YANG TINGGI DALAM BUDAYA MASYARAKAT NIAS
Ketika saya mengunjungi situs www.niasisland.com/ beberapa waktu lalu, saya membaca sebuah judul yang dimuat oleh saudara Alwin Iswanto Lase pada Jum’at, 16 Juli 2010 yang berjudul “MAHALNYA JUJURAN DINIAS TIDAK SESUAI LAGI DI ZAMAN MODERN INI”. Saya ingin menanggapi masalah ini bukan ingin berperang ide melainkan ingin berbagi dan memberikan pandangan saya tentang masalah ini kepada saudara-saudara kita yang lain. Karena masalah ini adalah masalah kita bersama, menyangkut kehidupan kita bersama dan untuk kemajuan (kebaikan) kita bersama juga.
Hal yang cukup menarik untuk kita generasi muda Nias diskusikan tentang masalah mahalnya jujuran dalam masyarakat Nias. Saya begitu terharu dari respon para pembaca judul diatas, ternyata mereka pada dasarnya menginginkan perubahan dalam adat istiadat masyarakat Nias tanpa meninggalkan budaya Nias. Saudara-saudara dan saya tentu punya motivasi dan tujuan yang sama yaitu merubah Nias kearah yang yang lebih baik dihormati, dan diteladani khususnya dalam hal budaya. Sungguh sangat lebih baik kalau hal ini menjadi perhatian para orang tua kita untuk mau terbuka pemikirannya dalam menghadapi zaman modern saat ini, sebab generasi baru seperti saudara-saudari dan saya diatas tidak hidup lagi dizaman dahulu tapi zaman sekarang dan yang akan datang.
Untuk melakukan perubahan itu, kalu boleh saya istilahkan dengan “reformasi budaya Nias” menurut hemat saya adalah dengan beberapa cara:
1. Kita generasi muda harus memiliki tekad yang kuat melakukannya tanpa mengingkari diri sendiri, dan menjujung tinggi etika, moral, dan norma yang yang patut kita pandang baik bersama.
2. Para orang tua kita juga harus mau berpikir dinamis, terbuka tanpa mengabaikan etika, moral, dan norma-norma kehidupan.
3. Kita generasi muda berani memulai perubahan itu dari dalam diri kita, keluarga (kerabat), lingkungan sekitar bahkan sampai Nias secara keseluruhan.
4. Mengedepankan rasa kepedulian (hati nurani) dalam melakukan hal-hal yang berkaitan dengan jujuran tersebut. Sebab pada dasarnya, tujuan seseorang menjalin hubungan kekerabatan dengan seseorang adalah agar terciptanya ikatan kekerabatan yang dapat saling tolong-menolong, saling melengkapi dan mengasihi bukan atas adanya motif mengharapkan imbalan. Hati nurani kita mestinya tersentuh manakala kita memikirkan bagaimana nantinya kehidupan anak/ saudra kita yang baru membentuk keluarga baru tersebut, berpikir bagaimana kehidupan mereka kedepan, apakah hidup dengan semakin makmur atau melarat dalam derita hidup sampai kepada anak-cucunya.
5. Masyarakat Nias yang telah berpikir dinamis mestinya melakukan langkah-langkah perubahan secara kolektif-sporadis dengan penuh persuasif kepada saudara-saudari bahkan orangtua kita yang pemikirannya masih sempit. hal ini bisa dilakukan melalui kelompok diskusi bersama secara kelembagaan, seminar perubahan budaya yang menjujung tinggi etika, moral, dan tetap menjadi diri sendiri, ataupun membentuk LSM atau oraganisasi yang bersifat gerakan, misalnya GERAKAN GENERASI MUDA UNTUK REFORMASI NIAS.
6. Akhirnya kita semua harus berani menunjukkan diri sebagai orang Nias yang berbudaya, bermoral, dan menjujung etika secara baik ditengah-tengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tunjukkanlah diri kita dengan sikap, pemikiran, dan perbuatan yang selaras, rasional, dinamis, optimis, dan menjadi agen of change. Nyatakanlah dengan perbutan dan sikapmu bahwa masyarakat Nias sangat menjunjung tinggi moral dan etika, tidak seperti orang Non Suku Nias katakan bahwa masyarakat Nias itu kuno (teringgal zaman). Walaupun hal ini menjadi dilema dari kita oleh karena perbuatan dan sikap para sebagian saudara-saudari yang telah menunjukkan sikap negatif ditengah-tengah dan derah masyarakat lain sehingga anggapan mereka orang Nias itu masih kuno.
Adalah suatu kemajuan yang lebih bagus jika hal ini menjadi perhatian kita bersama dan mau melakukannya secara sukarela dengan tekad yang kuat. Kiranya pendapat ini dapat bermanfaat, kurang lebih mohon maaf yang sebesar-besarnya. Dan jika ada kesalahan, mari kita kritisi secara pikiran sehat dan positf, leih dewasa. Bagaimanapun ruang publik ini untuk kebebasan dalam menuangkan pemikiran kita, namun bukan berarti kita boleh bebas secara bablasan. Karena kemerdekan yang dimaksudkan adalah kemerdekaan yang menjujung tinggi etika dan bermoral, tidak mengganggu hak orang lain.
(Penulis adalah Pegawai salah satu perusahaan swasta di Medan, mantan aktivis CCIG)
Sabtu, Mei 08, 2010
Otonomi Daerah: “Semangat Memajukan Daerah Apa dan Siapa??”
Oleh : FASAOGA ZEBUA, SPD
Pasca bergulirnya reformasi, semangat otonomi daerah semakin hangat dibicarakan oleh berbagai kalangan seperti pemerintah, politisi, aktivis, para pakar, akademisi bahkan orang awam sekalipun. Alhasil setelah beberapa waktu lamanya diperbincangkan oleh banyak pihak, akhirnya lahirlah Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah. Sisi ntpositif dari undang-undang ini adalah daerah dituntut untuk mandiri dalam mengembangkan daerahnya sendiri melalui program dan kebijakan yang dibuat oleh kepala daerah tersebut. Atau dengan kata lain kemajuan suatu daerah bergantung dari kemampuan daerah tersebut. Oleh karena itu sebuah daerah otonom diperbolehkan dimekarkan jika daerahnya telah memenuhi kriteria menjadi daerah otonom baru sebagaimana yang diatur dalam undang-undang. Diberikannya peran yang lebih besar kepada daerah untuk melakukan pembangunan bukan berarti pusat lepas tangan begitu saja. Dalam hal tertentu yang berkaitan dangan kepentingan nasional akan menjadi tanggung jawab pemerintah pusat seperti pertahanan dan keamanan, kebijakan luar negri, keuangan Negara, dan lain-lain.
Ironis.
Semangat untuk memajukan daerah melalui otonomi daerah yang telah diberikan oleh pusat kepada daerah otonom tentulah besar manfaatnya bagi daerah jika dengan benar dilakukan oleh daerah otonom melalui pemerintah daerahnya sebagai pengatur kebijakan daerah. Salah satu daerah otonom yang termasuk berhasil adalah Propinsi Gorontalo. Daerah ini telah membawa kemajuan yang lebih baik karena kepala daerahnya membuat kebijakan dan program dengan sebaik mungkin untuk kemajuan daerahnya. Bagaiman dengan daerah otonom lainnya? Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh departemen dalam negeri menunjukkan ada kurang lebih 80% daerah otonom baru mengalami kegagalan sebagai daerah otonom atau tidak berhasil dalam pembangunan daerah, dan menyejahterakan masyarakatnya. Justru disebagian daerah banyak muncul peraturan-peraturan daerah yang bertentangan dengan kebijakan nasional dan UUD 1945. Peraturan daerah yang dibuat pemerintah daerah banyak yang hanya semata-mata menguntungkan kepentingan tertentu saja sehingga “tidak jarang perda tersebut menimbulkan konflik baru ditengah masyarakat baik secara horinzontal maupun vertikal”. Maka patut kita duga bahwa semangat membentuk daerah otonom baru banyak yang tidak sesuai dengan kenyataan dilapangan, tapi semata-mata didasari kepentingan tertentu yang mengatasnamakan kepentingan umum . Situasi demikian menarik perhatian para pengamat, pakar, akademisi, pemerintah sendiri, politisi, aktivis, dan lain sebagainya dan menyerukan ditinjau ulang pelaksanaan otonomi daerah sehingga ada yang pro dan kontra. Buntut dari persoalan perda-perda yang bermasalah tersebut telah mendorong menteri dalam negeri untuk melakukan evaluasi terhadap perda-perda yang bermasalah. Dari hasil evaluasi yang dilakukan, terungkap bahwa banyak bahkan ribuan perda yang terbukti menyalahi aturan Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 dan UUD 1945. Pemerintah pusat melalui menteri dalam negeri memerintahkan agar perda yang bermasalah dikaji ulang dan bila perlu dicabut. Tidak hanya sampai disitu saja, menetri dalam negeri bahkan mengultimatum daerah otonom baru akan dileburkan kembali ke daerah induk jika tidak mampu menjadi daerah otonom.
Bagaimana dengan Nias……?????.
Besarnya persentse daerah yang gagal dalam mencapai tujuan otonomi daerah tidak terlepas dari kemampuan suatu daerah untuk menjadi darah otonom. Setelah terbitnya undang-undang nomor 22 tahun 1999 telah mendorong banyaknya daerah minta pemekaran baru. Ambil contoh pulau Nias yang dulunya hanya satu kabupaten saja, berangsur menjadi dua kabupaten pada tahun 2003 yakni Kabupaten Nias (induk) dan Nias Selatan (pemekaran baru). Beberapa tahun kemudian, tepatnya menjelang penghujung tahun 2008 daerah ini kembali dimekarkan menjadi lima daerah otonom yang meliputi Kabupaten Nias (induk), Nias Selatan, dan tiga daerah pemekaran baru yaitu Nias Utara, Kota Madya Gunung Sitoli dan Nias Barat. Belakangan muncul wacana baru agar daerah ini menjadi satu propinsi yang dalam waktu yang hampir bersamaan daerah Tapanuli sedang menutut pengesahan menjadi satu daerah propinsi, berpisah dari Sumatera Utara yang walaupun pada saat memparipurnakannya di DPRDSU dan pemerintah Sumut seakan ditunda-tunda yang pada akhirnya memancing amarah masyarakat khusunya Tapanuli yang kita kenal dengan peristiwa 3 Februari 2009 yang menewaskan ketua DPRDSU Bapak H. Abdul Aziz Angkat. Peristiwa tersebut telah menyulut perhatian presiden agar pemekaran daerah dihentikan sementara dan tak terkecuali Gubsu Syamsul Arifin melontarkan pernyataan “baru lahir sudah minta kawin”, dalam artian banyak daerah baru dimekarkan tapi sudah minta dimekarkan lagi. Pernyataan Gubsu tersebut ditujukan bagi daerah pemekaran baru dan yang sedang minta dimekarkan termasuk pulau Nias yang baru beberapa bulan disahkan menjadi lima kabupaten/kota yakni dua yang lama dan tiga yang baru dan juga meminta dipisahkan dari propinsi Sumatera Utara menjadi sebuah propinsi baru.
Yang patut kita pertanyakan: Bagaimana kemajuan yang dilakukan diNias pasca dimekarkan???. Seperti kita ketahui pasca bencana gempa Nias tahun 2005 silam telah mendorong banyak pihak untuk membantu pembangunan di Nias dalam banyak aspek. Ini artinya perkembangan pembangunan yang ada di Nias saat ini lebih banyak karena “bantuan” bukan karena kemampuan daerah tersebut. Hal ini cukup dimasuk akal sebab kenyataannya memang demikian. Tanpa bermaksud merendahkan tapi fakta menunjukkan betapa terbatasnya pendapatan asli daerah (PAD) Pulau Nias, masih banyak bergantung dari APBN (pusat). Memang benar ada banyak potensi didaerah pulau Nias, mulai dari pertanian, maritim, peternakan sangat tersedia didaerah ini. Tapi apalah artinya kalau itu semua hanya dijadikan wacana semata tanpa ada langkah konkrit untuk mengelolanya dangan baik. Jika hanya sebatas itu kita berpikir maka sama saja bohong. Bukankah daerah lain juga memiliki banyak potensi tapi masyarakatnya lebih sejahtera dan tidak ngotot dimekarkan. Lalu apa sebenarnya yang dilakukan oleh pemerintah-pemerintah daerah diNias dan jajarannya sehingga tujuan otonom daerah belum juga tampak? Alasan penulis menujukan pertanyaan ini kepada pemerintah daerah Nias kerena pemerintah daerahlah yang paling bertanggung jawab dalam pelaksanaan otonomi daerah melalui program dan kebijakan yang dibuatnya. Apa yang dikerjakan oleh para pejabat daerah tersebut hanya Tuhan dan pemerintah daerah tersebut beserta jajarannya yang tahu. Tetapi patut kita asumsikan para pemimpin-pemimpin daerah tersebut hanya sibuk mengurusi kepentingan dirinya sendiri. Opini ini semakin dikuatkan dengan amburadulnya birokrasi dan administrasi pemerintah didaerah ini seperti masalah CPNS, Kolusi-Korupsi-Nepotisme yang semakin merajalela, tidak adanya konkrit kebijakan pemerintah daerah yang mementingkan peningkatan taraf hidup masyarakat di Nias, Pembangunan pemerintah yang terkesan hanya asal jadi atau cenderung formalitas. Keadaan demikian mendorong kita kembali bertanya: Kemanakah arah semangat memajukan daerah melalui otonomi daerah???. Menurut hemat saya ““ persepsi kita akan semangat tersebut semakin kuat, bukan sebaliknya berubah menjadi semangat memajukan daerah rumah sendiri (kepentingan diri sendiri) dan tetangga sebelahnya menderita melalui otonomi daerah””. Akan tetapi implementasi semangat memajukan daerah yang selama ini dicanangkan diNias dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Pulau Nias seluruhnya melalui pembangunan yang nyata dalam segala aspek kehidupan oleh para pejabat pemerintah beserta jajarannya dan pihak-pihak lainnya yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan otonomi daerah.
(Penulis tinggal di Medan, mantan aktivis CCIG dan UKnKP)
Otonomi Daerah: “Semangat Memajukan Daerah Apa dan Siapa??”
Ironis.
Semangat untuk memajukan daerah melalui otonomi daerah yang telah diberikan oleh pusat kepada daerah otonom tentulah besar manfaatnya bagi daerah jika dengan benar dilakukan oleh daerah otonom melalui pemerintah daerahnya sebagai pengatur kebijakan daerah. Salah satu daerah otonom yang termasuk berhasil adalah Propinsi Gorontalo. Daerah ini telah membawa kemajuan yang lebih baik karena kepala daerahnya membuat kebijakan dan program dengan sebaik mungkin untuk kemajuan daerahnya. Bagaiman dengan daerah otonom lainnya? Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh departemen dalam negeri menunjukkan ada kurang lebih 80% daerah otonom baru mengalami kegagalan sebagai daerah otonom atau tidak berhasil dalam pembangunan daerah, dan menyejahterakan masyarakatnya. Justru disebagian daerah banyak muncul peraturan-peraturan daerah yang bertentangan dengan kebijakan nasional dan UUD 1945. Peraturan daerah yang dibuat pemerintah daerah banyak yang hanya semata-mata menguntungkan kepentingan tertentu saja sehingga “tidak jarang perda tersebut menimbulkan konflik baru ditengah masyarakat baik secara horinzontal maupun vertikal”. Maka patut kita duga bahwa semangat membentuk daerah otonom baru banyak yang tidak sesuai dengan kenyataan dilapangan, tapi semata-mata didasari kepentingan tertentu yang mengatasnamakan kepentingan umum . Situasi demikian menarik perhatian para pengamat, pakar, akademisi, pemerintah sendiri, politisi, aktivis, dan lain sebagainya dan menyerukan ditinjau ulang pelaksanaan otonomi daerah sehingga ada yang pro dan kontra. Buntut dari persoalan perda-perda yang bermasalah tersebut telah mendorong menteri dalam negeri untuk melakukan evaluasi terhadap perda-perda yang bermasalah. Dari hasil evaluasi yang dilakukan, terungkap bahwa banyak bahkan ribuan perda yang terbukti menyalahi aturan Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 dan UUD 1945. Pemerintah pusat melalui menteri dalam negeri memerintahkan agar perda yang bermasalah dikaji ulang dan bila perlu dicabut. Tidak hanya sampai disitu saja, menetri dalam negeri bahkan mengultimatum daerah otonom baru akan dileburkan kembali ke daerah induk jika tidak mampu menjadi daerah otonom.
Bagaimana dengan Nias…………….?.
Besarnya persentse daerah yang gagal dalam mencapai tujuan otonomi daerah tidak terlepas dari kemampuan suatu daerah untuk menjadi darah otonom. Setelah terbitnya undang-undang nomor 22 tahun 1999 telah mendorong banyaknya daerah minta pemekaran baru. Ambil contoh pulau Nias yang dulunya hanya satu kabupaten saja, berangsur menjadi dua kabupaten pada tahun 2003 yakni Kabupaten Nias (induk) dan Nias Selatan (pemekaran baru). Beberapa tahun kemudian, tepatnya menjelang penghujung tahun 2008 daerah ini kembali dimekarkan menjadi lima daerah otonom yang meliputi Kabupaten Nias (induk), Nias Selatan, dan tiga daerah pemekaran baru yaitu Nias Utara, Kota Madya Gunung Sitoli dan Nias Barat. Belakangan muncul wacana baru agar daerah ini menjadi satu propinsi yang dalam waktu yang hampir bersamaan daerah Tapanuli sedang menutut pengesahan menjadi satu daerah propinsi, berpisah dari Sumatera Utara yang walaupun pada saat memparipurnakannya di DPRDSU dan pemerintah Sumut seakan ditunda-tunda yang pada akhirnya memancing amarah masyarakat khusunya Tapanuli yang kita kenal dengan peristiwa 3 Februari 2009 yang menewaskan ketua DPRDSU Bapak H. Abdul Aziz Angkat. Peristiwa tersebut telah menyulut perhatian presiden agar pemekaran daerah dihentikan sementara dan tak terkecuali Gubsu Syamsul Arifin melontarkan pernyataan “baru lahir sudah minta kawin”, dalam artian banyak daerah baru dimekarkan tapi sudah minta dimekarkan lagi. Pernyataan Gubsu tersebut ditujukan bagi daerah pemekaran baru dan yang sedang minta dimekarkan termasuk pulau Nias yang baru beberapa bulan disahkan menjadi lima kabupaten/kota yakni dua yang lama dan tiga yang baru dan juga meminta dipisahkan dari propinsi Sumatera Utara menjadi sebuah propinsi baru.
Yang patut kita pertanyakan: Bagaimana kemajuan yang dilakukan diNias pasca dimekarkan???. Seperti kita ketahui pasca bencana gempa Nias tahun 2005 silam telah mendorong banyak pihak untuk membantu pembangunan di Nias dalam banyak aspek. Ini artinya perkembangan pembangunan yang ada di Nias saat ini lebih banyak karena “bantuan” bukan karena kemampuan daerah tersebut. Hal ini cukup dimasuk akal sebab kenyataannya memang demikian. Tanpa bermaksud merendahkan tapi fakta menunjukkan betapa terbatasnya pendapatan asli daerah (PAD) Pulau Nias, masih banyak bergantung dari APBN (pusat). Memang benar ada banyak potensi didaerah pulau Nias, mulai dari pertanian, maritim, peternakan sangat tersedia didaerah ini. Tapi apalah artinya kalau itu semua hanya dijadikan wacana semata tanpa ada langkah konkrit untuk mengelolanya dangan baik. Jika hanya sebatas itu kita berpikir maka sama saja bohong. Bukankah daerah lain juga memiliki banyak potensi tapi masyarakatnya lebih sejahtera dan tidak ngotot dimekarkan. Lalu apa sebenarnya yang dilakukan oleh pemerintah-pemerintah daerah diNias dan jajarannya sehingga tujuan otonom daerah belum juga tampak? Alasan penulis menujukan pertanyaan ini kepada pemerintah daerah Nias kerena pemerintah daerahlah yang paling bertanggung jawab dalam pelaksanaan otonomi daerah melalui program dan kebijakan yang dibuatnya. Apa yang dikerjakan oleh para pejabat daerah tersebut hanya Tuhan dan pemerintah daerah tersebut beserta jajarannya yang tahu. Tetapi patut kita asumsikan para pemimpin-pemimpin daerah tersebut hanya sibuk mengurusi kepentingan dirinya sendiri. Opini ini semakin dikuatkan dengan amburadulnya birokrasi dan administrasi pemerintah didaerah ini seperti masalah CPNS, Kolusi-Korupsi-Nepotisme yang semakin merajalela, tidak adanya konkrit kebijakan pemerintah daerah yang mementingkan peningkatan taraf hidup masyarakat di Nias, Pembangunan pemerintah yang terkesan hanya asal jadi atau cenderung formalitas. Keadaan demikian mendorong kita kembali bertanya: Kemanakah arah semangat memajukan daerah melalui otonomi daerah???. Menurut hemat saya ““ persepsi kita akan semangat tersebut semakin kuat, bukan sebaliknya berubah menjadi semangat memajukan daerah rumah sendiri (kepentingan diri sendiri) dan tetangga sebelahnya menderita melalui otonomi daerah””. Akan tetapi implementasi semangat memajukan daerah yang selama ini dicanangkan diNias dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Pulau Nias seluruhnya melalui pembangunan yang nyata dalam segala aspek kehidupan oleh para pejabat pemerintah beserta jajarannya dan pihak-pihak lainnya yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan otonomi daerah.
(Penulis tinggal di Medan, mantan aktivis CCIG dan UKnKP,)
Rabu, Maret 17, 2010
HARGA KEBUTUHAN DI PULAU NIAS MASIH TINGGI
By : Yoga Zebua, S.Pd
Apabila kita berkunjung ke Pulau Nias mungkin kita akan heran jika makan dirumah makan yang sederhana (pinggir jalanan), harga makanan cukup tinggi. Bisa mencapai
Namun kenyataan dilapangan berbicara lain dari apa yang saya bahkan mungkin saudara pikirkan diatas. Sebaliknya yang terjadi adalah sayur mayur, buahan-buahan, ikan, dan beberapa kebutuhannya lainya justru langka didapat didaerah ini dan harganya selalu tinggi. Seperti ikan misalnya harga per kilo garamnya bisa mncapai empat puluh ribu lebih. Yang perlu kita sayangkan lagi adalah kehidupan masyarakat didaerah ini sebagian besar berada dibawah garis kemiskinan kecuali pegawai negeri sipil dan pejabat Negara didaerah serta aparat pemerintah lainnya yang kehidupannya lebih baik. Bahkan mereka yang bekerja di Pemerintahan ini bisa memiliki rumah diatas sederhana hingga rumah mewah dan beberapa kendaraan pribadi beroda dua hingga mobil mewah.
Yang menjadi pertanyaan kita adalah bagaimana dengan mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan atau yang mengandalkan hasil pertanian? Sementara pertaniannya dikelola secara sangat sederhana karena pengetahuan masyarakatnya tentang hal itu masih belum bisa memenuhi harapan kita semuanya. Faktor ketertinggalan sumber daya manusia ini telah menjadikan masyarakat nias cenderung apatis mengembangkan dirinya. Hal lebih memperihatinkan kita lagi adalah masyarakat Nias yang hidup didaerah peratanian yang subur dan kaya hasil laut justru tidak bisa beli ikan segar dan sayur segar karena harga yang tinggi dan kemampuan belinya rendah. Hanya segelintir saja yang bisa menikmati demikian. Cukup aneh rasanya seperti ini, masyarakat Nias harus mengimpor sayur mayur dan ikan dari daerah lain jika ingin mengonsumsi ikan dan sayur yang bagus dan segar. Keadaan demikian semakin menimbulkan pertanyaan dibenak kita. Mengapa bisa demikian? Untuk menemukan jawabannya, cukup mudah. Yang pertama adalah lihat bagaimana pengeloaan pertaniannya; kedua cari tahu dari mana asal sayur mayur dan ikan serta barang-barang kebutuhan lainnya dipasaran; yang ketiga, perhatikan mekanisme harga barang pasaran. Ketiga hal ini yang akan menjadi uraian saya dalam bagian tulisan berikut ini.
Pertama. Keterbatasan sember daya manusia kebanyakan masyarakat Nias jelas mempengaruhi perkembangan kinerja msayarakat itu sendiri. Barangkali hal demikian jugalah yang menyebabkan keadaan pengeloaan pertanian di Nias sangat tertinggal. Pada umumnya didaerah ini menanam tanaman ala kadarnya saja atau hanya untuk kebutuhan sehari-hari, tidak dikelola dengan baik dan sifat masyarakat bertani cenderung heterogen atau mengikuti apa yang dikerjakan oleh yang lain, tidak ada fokus tanaman tertentu pada keadaaan apapun. Lebih sederhananya saya istilahkan dengan asal menanam tanaman. Meskipun tanaman yang dikelola itu variatif namun jumlah sangat sedikit sehingga jika ada permintaan pasar tidak dapat dipenuhi. Jikalaupun ada hasil tanaman itu yang berlebih dan seharusnya dapat dipasarkan menjadi terhalang oleh alat transportasi yang tidak ada. Sementara bila mengadalkan tenaga manusia sangat besar pengorbanan yang diberikan dan jumlah barang yang bisa diangkut juga sangat kecil serta jarak yang ditempuh juga sangat jauh antara lokasi pasar dengan tempat pengambilan barang.
Kedua. Selama ini supplai barang-barang yang dipasarkan dipasar-pasar di Nias dominan diperoleh dari daerah lain seperti Tapanuli,
Yang ketiga. Sejauh pengamatan saya selama berada di Nias harga-harga barang sangat berfluktuasi (berubah-ubah) dengan cepat dan nilai fluktyuasinya juga sangat besar. Bisa mencapai antara 30%-100% dan sering terjadi pada harga bahan pokok. Keadaan demikian jelas didominasi oleh perkembangan harga pasar (pasar memegang peranan penting) lalu apa yang menjadi dampaknya? Dampaknya terhadap perokonomian adalah orang takut untuk berinvestasi karena harga yang tidak menentu tersebut. Kecenderungan pedagang meraih keuntungan yang lebih besar mengakibatkan bertambahnya beban bagi konsumen yang pada akhirnya melemahkan daya beli konsumen. Efek dari situsi demikian lama kelamaan akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat tidak berubah kearah yang lebih baik. Karena pendapatan yang diterima oleh individu lebih kecil daripada pengeluaran perkapita. Jadi bagaimana mungkin mereka terlepas dari kemiskinan dan bisa memikirkan masa dapan yang lebih baik. Untuk memikirkan hidupnya hari ini saja sudah tidak tahu apa yang mau dilakukan. Justru yang terjadi adalah yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin.
Apa yang perlu kita lakukan?
Ketertinggalan masyarakat Nias ini dalam hal sumber daya manusianya jelas mempengaruhi bagaimana dia memanfaatkan apa yang telah diberikan padanya kerena pengetahuanya akan seseuatu hal tersebut tidak ada sehingga yang dilakukan hanya ala kadarnya saja. Untuk merubah hal ini diperlukan kemauan anggota masyarakat itu sendiri untuk merubah diri kearah yang lebih baik. Tentu saja peran pemerintah pusat dan daerah otomatis lepas tangan,. Mereka tetap ada tanggung jawab dalam mengembangkan kehidupan masyarakatnya dan kemandiriannya dan berkulitas. Dengan pemerintah melakukan pembinaan terhadap masyarakat dalam hal bertani, pengelolaan hasil pertanian, laut, ternak dan lain sebagainya maka dengan sendirinya para petani dan yang lainnya memajukan dirinya sendiri. Pemerintah harus bisa memberdayakan aparatnya dalam membina masyarakat serta keteladan yang baik dari mereka. Jangan hanya Cuma tahu menuntut kewajiban bagi rakyat tapi hak-hak dasar mereka diabaikan. Komitmen yang kuat untuk merubah Nias bukan lagi pengimpor dan pengonsumsi barang dari luar tapi menjadi konsumen barang sendiri, bila perlu barang yang dari Nias diekspor keluar daerah Nias. Akses untuk itu adalah tanggung jawab pemerintah daerah dan pusat. Mekanisme harga dipasar juga mestinya dikendalikan pemerintah, jika perlu barang yang harganya tinggi tersebut disubsidi dan yang terakhir pemerintah pusat dan daerah di Nias bekerjasama dengan investor membuka lapangan pekerjaan baru dan memberi hasil yang menyejahterakan masyarakat Nias. Tentu harapan kita semuanya, pasca adanya pemekaran di Nias baru-baru ini dengan semangat membangun dan memajukan daerah bukan membangun dan memajukan daerah rumah sendiri tapi secara keseluruhan. (Penulis adalah mantan aktivis CCIG dan UKnKP)