fotoku

fotoku
FOTOKU BERSAMA TEMAN-TEMAN SAAT BERKUNJUNG KE LOMPAT BATU

Rabu, Maret 17, 2010

HARGA KEBUTUHAN DI PULAU NIAS MASIH TINGGI

By : Yoga Zebua, S.Pd


Apabila kita berkunjung ke Pulau Nias mungkin kita akan heran jika makan dirumah makan yang sederhana (pinggir jalanan), harga makanan cukup tinggi. Bisa mencapai lima belas ribu bahkan lebih untuk satu kali makan saja dengan menu yang sangat sederhana. Jelas ini membuat kita tanda tanya besar, sebab jika dilihat segi kemajuan daerah ini masih tergolong tertinggal. Dari segi mata pencaharian, masyarakat didaerah ini rata-rata bertani, beternak, melaut dan berkebun sederhana adanya. Sedangkan dari segi geografinya, pulau Nias sangat subur dan cocok untuk pertanian karena berada didaerah tropis (garis khatulistiwa). Keadaan seperti itu seharusnya Pulau Nias ini menjadi daerah pengekspor hasil pertanian dan tidak kekurangan hasil pertanian. Sebagai contoh didaerah ini sayur mayur, buah-buahan, umbi-umbian dan hasil tanaman tropis lainnya sangat bisa tumbuh subur disini jika pengelolaannya ditangani dengan baik. Maka seharusnya di Pulau milik Indonesia yang berada paling barat itu tidak mengalami kelangkaan sayur mayur, buah-buahan, ikan, dan hasil tanaman tropis lainnya dan tentunya harga barang-barang seperti itu canderung lebih rendah karena ketersediaan barang banyak dan kedekatan sember bahan. Yang diikuti dengan pendapatan penduduknya yang mengadandalkan pertanian lebih baik atau dapat hidup makmur dari hasil pertaniannya sendiri.

Namun kenyataan dilapangan berbicara lain dari apa yang saya bahkan mungkin saudara pikirkan diatas. Sebaliknya yang terjadi adalah sayur mayur, buahan-buahan, ikan, dan beberapa kebutuhannya lainya justru langka didapat didaerah ini dan harganya selalu tinggi. Seperti ikan misalnya harga per kilo garamnya bisa mncapai empat puluh ribu lebih. Yang perlu kita sayangkan lagi adalah kehidupan masyarakat didaerah ini sebagian besar berada dibawah garis kemiskinan kecuali pegawai negeri sipil dan pejabat Negara didaerah serta aparat pemerintah lainnya yang kehidupannya lebih baik. Bahkan mereka yang bekerja di Pemerintahan ini bisa memiliki rumah diatas sederhana hingga rumah mewah dan beberapa kendaraan pribadi beroda dua hingga mobil mewah.

Yang menjadi pertanyaan kita adalah bagaimana dengan mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan atau yang mengandalkan hasil pertanian? Sementara pertaniannya dikelola secara sangat sederhana karena pengetahuan masyarakatnya tentang hal itu masih belum bisa memenuhi harapan kita semuanya. Faktor ketertinggalan sumber daya manusia ini telah menjadikan masyarakat nias cenderung apatis mengembangkan dirinya. Hal lebih memperihatinkan kita lagi adalah masyarakat Nias yang hidup didaerah peratanian yang subur dan kaya hasil laut justru tidak bisa beli ikan segar dan sayur segar karena harga yang tinggi dan kemampuan belinya rendah. Hanya segelintir saja yang bisa menikmati demikian. Cukup aneh rasanya seperti ini, masyarakat Nias harus mengimpor sayur mayur dan ikan dari daerah lain jika ingin mengonsumsi ikan dan sayur yang bagus dan segar. Keadaan demikian semakin menimbulkan pertanyaan dibenak kita. Mengapa bisa demikian? Untuk menemukan jawabannya, cukup mudah. Yang pertama adalah lihat bagaimana pengeloaan pertaniannya; kedua cari tahu dari mana asal sayur mayur dan ikan serta barang-barang kebutuhan lainnya dipasaran; yang ketiga, perhatikan mekanisme harga barang pasaran. Ketiga hal ini yang akan menjadi uraian saya dalam bagian tulisan berikut ini.

Pertama. Keterbatasan sember daya manusia kebanyakan masyarakat Nias jelas mempengaruhi perkembangan kinerja msayarakat itu sendiri. Barangkali hal demikian jugalah yang menyebabkan keadaan pengeloaan pertanian di Nias sangat tertinggal. Pada umumnya didaerah ini menanam tanaman ala kadarnya saja atau hanya untuk kebutuhan sehari-hari, tidak dikelola dengan baik dan sifat masyarakat bertani cenderung heterogen atau mengikuti apa yang dikerjakan oleh yang lain, tidak ada fokus tanaman tertentu pada keadaaan apapun. Lebih sederhananya saya istilahkan dengan asal menanam tanaman. Meskipun tanaman yang dikelola itu variatif namun jumlah sangat sedikit sehingga jika ada permintaan pasar tidak dapat dipenuhi. Jikalaupun ada hasil tanaman itu yang berlebih dan seharusnya dapat dipasarkan menjadi terhalang oleh alat transportasi yang tidak ada. Sementara bila mengadalkan tenaga manusia sangat besar pengorbanan yang diberikan dan jumlah barang yang bisa diangkut juga sangat kecil serta jarak yang ditempuh juga sangat jauh antara lokasi pasar dengan tempat pengambilan barang.

Kedua. Selama ini supplai barang-barang yang dipasarkan dipasar-pasar di Nias dominan diperoleh dari daerah lain seperti Tapanuli, Padang. Medan. Kadangkala barang-barang impor dari luar tersebut mengalami penyusutan dijalan karena rusak, busuk. Kerana lokasi yang dituju cukup jauh dan jalur transportasi sering tidak bersahabat. Situasi begitu tentu saja mempengaruhi harapan para pedagang,. Siapapun dia jika berjualan tidak ada yang ingin rugi, selalu mngharapkan keuntungan. Untuk mencapai harapan itu maka para pedagang ini akan mengambilnya dari omzet penjualan setelah diperhitungkan segala pengorbanan yang dia berikan. Tentu saja hal dilakukan para pedagang ini dengan menaikkan harga barang dagangannya. Siapakah yang menanggungnya? Jelas masyarakat (konsumen). Hal yang perlu kita sesalkan lagi dengan barang-barang impor ini adalah masalah barang yang tidak sesuai dengan harga barang tersebut. Salah satu contoh beberapa waktu lalu saya membeli satu set kecil gulungan kabel listrik di salah satu pasar di Nias Selatan yang oleh penjulnya sebut “ini barang bagus, bermutu bagus, sesuai dengan harganya”. Pemilik toko yang berdarah keturunan China tersebut berusaha meyakinkan saya untuk membeli barang tersebut. Saya berpikir positif saja, dengan berkata saya akan membeli barang tersebut jika terlebih dahulu dicoba apakah bagus atau tidak. Dengan nada keras dan tidak ramah dan tidak sopan pedagang yang berdarah keturunan tersebut ‘marah-marah’, ‘menghina saya dengan berkata “kampungan”’ yang tujuanya mengelabui saya untuk tetap membeli barang dagangannya. Padahal saya tahu betul bagaimana keadaan barang tersebut, karena sewaktu saya di Medan seminggu sebelumnya membeli barang yang sama. Barang tersebut tergolong mudah rusak/ bermutu rendah dan harganyapun rendah dan biasanya dijual dikios-kios barang murahan. Perilaku para pedagang demikian jelas arogan, penipuan, pembodohan dan pelecehan bagi konsumen di Nias.

Yang ketiga. Sejauh pengamatan saya selama berada di Nias harga-harga barang sangat berfluktuasi (berubah-ubah) dengan cepat dan nilai fluktyuasinya juga sangat besar. Bisa mencapai antara 30%-100% dan sering terjadi pada harga bahan pokok. Keadaan demikian jelas didominasi oleh perkembangan harga pasar (pasar memegang peranan penting) lalu apa yang menjadi dampaknya? Dampaknya terhadap perokonomian adalah orang takut untuk berinvestasi karena harga yang tidak menentu tersebut. Kecenderungan pedagang meraih keuntungan yang lebih besar mengakibatkan bertambahnya beban bagi konsumen yang pada akhirnya melemahkan daya beli konsumen. Efek dari situsi demikian lama kelamaan akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat tidak berubah kearah yang lebih baik. Karena pendapatan yang diterima oleh individu lebih kecil daripada pengeluaran perkapita. Jadi bagaimana mungkin mereka terlepas dari kemiskinan dan bisa memikirkan masa dapan yang lebih baik. Untuk memikirkan hidupnya hari ini saja sudah tidak tahu apa yang mau dilakukan. Justru yang terjadi adalah yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin.

Apa yang perlu kita lakukan?

Ketertinggalan masyarakat Nias ini dalam hal sumber daya manusianya jelas mempengaruhi bagaimana dia memanfaatkan apa yang telah diberikan padanya kerena pengetahuanya akan seseuatu hal tersebut tidak ada sehingga yang dilakukan hanya ala kadarnya saja. Untuk merubah hal ini diperlukan kemauan anggota masyarakat itu sendiri untuk merubah diri kearah yang lebih baik. Tentu saja peran pemerintah pusat dan daerah otomatis lepas tangan,. Mereka tetap ada tanggung jawab dalam mengembangkan kehidupan masyarakatnya dan kemandiriannya dan berkulitas. Dengan pemerintah melakukan pembinaan terhadap masyarakat dalam hal bertani, pengelolaan hasil pertanian, laut, ternak dan lain sebagainya maka dengan sendirinya para petani dan yang lainnya memajukan dirinya sendiri. Pemerintah harus bisa memberdayakan aparatnya dalam membina masyarakat serta keteladan yang baik dari mereka. Jangan hanya Cuma tahu menuntut kewajiban bagi rakyat tapi hak-hak dasar mereka diabaikan. Komitmen yang kuat untuk merubah Nias bukan lagi pengimpor dan pengonsumsi barang dari luar tapi menjadi konsumen barang sendiri, bila perlu barang yang dari Nias diekspor keluar daerah Nias. Akses untuk itu adalah tanggung jawab pemerintah daerah dan pusat. Mekanisme harga dipasar juga mestinya dikendalikan pemerintah, jika perlu barang yang harganya tinggi tersebut disubsidi dan yang terakhir pemerintah pusat dan daerah di Nias bekerjasama dengan investor membuka lapangan pekerjaan baru dan memberi hasil yang menyejahterakan masyarakat Nias. Tentu harapan kita semuanya, pasca adanya pemekaran di Nias baru-baru ini dengan semangat membangun dan memajukan daerah bukan membangun dan memajukan daerah rumah sendiri tapi secara keseluruhan. (Penulis adalah mantan aktivis CCIG dan UKnKP)